Berdasarkan data Depkes diketahui, persyaratan yang harus dipenuhi PDAM untuk kualitas bakteriologis air minum PDAM menggunakan indikator coliform 0 per 100 ml air. Sedangkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 46,858 sampel air minum dari 27 propinsi pada tahun 1995 diketahui, hanya 42,5 persen yang memenuhi syarat (coliform 0 per 100 ml air). Artinya 57,5 persen air minum dari PDAM tidak memenuhi syarat.
Walaupun di tahun 1996 terjadi peningkatan pada kualitas air minum PDAM (61,64 persen), di tahun 1997 kualitas air PDAM kembali anjlok di angka 59,3 persen. Tahun-tahun selanjutnya, kualitas air PDAM terus mengalami fluktuasi, namun tetap tidak ada perbaikan yang signifikan. Abdullah kemudian mengungkapkan data terbaru yang diambil dari tiap Daerah Tingkat II (DATI II). Menurutnya, diketahui hanya 59,4 persen air PDAM yang memenuhi syarat.
”Artinya, 40,6 persen air PAM telah terkontaminasi bakteri e-coli. Sehingga hampir setengah dari pelanggan PAM mengkonsumsi air yang terkontaminasi tinja. Hal itu akan menyebabkan penyakit perut, terutama diare,” tambahnya. Abdullah menegaskan, sebenarnya data tersebut menunjukkan kondisi air PAM sudah sangat memprihatinkan.
Data dari Depkes memang patut diperhatikan, sebab bakteri e-coli ini ditenggarai sebagai penyebab terbesar penyakit diare pada bayi, balita, dan anak. Sebenarnya bukan cuma anak-anak yang dikhawatirkan terkena diare, namun juga orang dewasa. Sayangnya, hingga kini Depkes belum menerima keluhan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat tercemarnya air PAM oleh bakteri e-coli ini.
Abdullah yang juga Ketua Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia (FORKAMI) memaparkan, kualitas air PAM di seluruh wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa kategori warna. Warna hijau untuk tingkat perlindungan di atas 70 persen, warna kuning untuk tingkat perlindungan 40 persen hingga 70 persen, dan warna merah untuk tingkat perlindungan di bawah 40 persen. Warna merah, atau kualitas air PAM rendah ada di beberapa propinsi, seperti; Sulawesi Tenggara, DI Jogyakarta, Irian Jaya dan lain sebagainya.
Pipa Lama yang Sudah Bocor
Pria asal “Ranah Minang” ini kemudian mengatakan beberapa penyebab tercemarnya air PAM oleh bakteri e-coli. “Bocornya pipa, rembesan limbah rumah tangga dan industri, adalah salah satu penyebabnya,” ujar Abdullah. Masalah yang lain adalah, soal air baku dan problem di intern manajemen PDAM. Problem dalam manajemen PDAM ini terlihat dari banyaknya pipa-pipa yang sudah lama, atau bocor, sehingga besar kemungkinan terkontaminasi limbah rumah tangga/industri.
Bahkan Abdullah menambahkan, air sumur pun punya potensi besar mencemari air PAM. Asumsinya, air sumur terkontaminasi e-coli yang berasal dari septictank. “Apalagi DKI Jakarta, jarak antara septictank ke sumur kurang dari 10 meter, bahkan banyak yang cuma dua sampai tiga meter saja. Pencemarannya kan betul-betul hebat sekali,” papar Abdullah. Tak heran, hampir semua sumur di DKI Jakarta tercemar bakteri e-coli.
“Faktor dominan terjadinya pencemaran air PAM oleh bakteri e-coli adalah kebocoran pipa dan air baku,” tegas Abdullah. Hal ini kemudian diperparah dengan tidak semua PDAM yang memiliki laboratorium pemeriksaan air.
Menurut Abdullah, bakteri e-coli adalah bakteri yang terdapat pada tinja, sehingga jika air terkontaminasi e-coli, lalu dikonsumsi tanpa dimasak hingga mendidih, akan menyebabkan orang yang meminum terkena penyakit perut, dari diare hingga kolera.
Masak Hingga Mendidih
Upaya pencegahan bakteri e-coli ini ternyata sederhana saja. Menurut Abdullah, kebiasaan masyarakat Indonesia mengkonsumsi air yang sudah dimasak sampai mendidih sangat bagus dalam membunuh bakteri e-coli. Memasak air sampai mendidih (di atas 100 derajat Celsius), dianggap efektif memerangi e-coli. Mungkin inilah tips yang paling tepat bagi ibu-ibu rumah tangga, sebab bakteri e-coli tidak terlihat dengan mata telanjang.
“Oleh karena itu, upaya penyuluhan kesehatan pada masyarakat juga merupakan hal penting,” ujar Abdullah. Selain itu, pihak Depkes juga mengkoordinasikan permasalahan ini pada pihak PDAM agar ditindak-lanjuti.
Masalah lain yang timbul, tambah Abdullah, ternyata banyak PDAM yang merugi. Sehingga PDAM kesulitan memperbaiki kualitas air. Imbasnya, pemberian kaporit dan bahan-bahan kimia lainnya untuk perbaikan kualitas air menjadi terhambat. Apalagi harga kaporit cukup mahal. “Jadi ada pula PDAM yang tidak memberi kaporit pada air, sehingga membuat air tidak aman untuk dikonsumsi,” jelas Abdullah.
Lebih lanjut Abdullah menjelaskan, ada beberapa parameter yang menunjukan kualitas air. Parameter air yang baik adalah bebas bakteri, bebas zat kimia, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. “Tapi terus terang, hingga sekarang belum ada yang memenuhi syarat,” kata Abdullah seraya tertawa.
Abdullah mengatakan, permasalahan ini tak semata kesalahan PDAM. Soal tarif yang terlalu rendah menjadi salah satu sebab jeleknya kualitas air PAM. Oleh karena itu, agar kualitas air baik, harus pula diseimbangkan dengan naiknya tarif air PAM. “Sehingga PDAM bisa beli tawas, kaporit dan sebagainya,” katanya.
Upaya Meningkatkan Kualitas Air
Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah pencemaran air akibat e-coli. Menurut Abdullah, kini pihaknya telah menjalin hubungan dengan Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia. Tujuan kerjasama ini untuk meningkatkan kualitas air PDAM sehingga memenuhi syarat kesehatan. Caranya, dengan meningkatkan pengetahuan petugas PDAM, perbaikan manajemen, dan bantuan peralatan-peralatan terbatas. Bantuan peralatan ini datang dari negara Jerman – GTZ.
Salah satu proyek kerjasama atau percontohan yang telah berhasil dilakukan di wilayah Singaraja, Bali. Menurut Abdullah, air PAM di Singaraja sudah dapat diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Keberhasilan ini akan ditularkan ke daerah-daerah lain di Bali dan juga Yogyakarta.
Abdullah memaparkan, kini sedang diupayakan agar di setiap kabupaten terdapat laboratorium air untuk pemeriksaan bakteriologis dan kimia terbatas. Dengan upaya ini diharapkan, kualitas air akan semakin terjaga. sumber:http://lkpk.org/2007/01/31/amankah-air-pam-kita-dari-bakteri-e-coli/
”Artinya, 40,6 persen air PAM telah terkontaminasi bakteri e-coli. Sehingga hampir setengah dari pelanggan PAM mengkonsumsi air yang terkontaminasi tinja. Hal itu akan menyebabkan penyakit perut, terutama diare,” tambahnya. Abdullah menegaskan, sebenarnya data tersebut menunjukkan kondisi air PAM sudah sangat memprihatinkan.
Data dari Depkes memang patut diperhatikan, sebab bakteri e-coli ini ditenggarai sebagai penyebab terbesar penyakit diare pada bayi, balita, dan anak. Sebenarnya bukan cuma anak-anak yang dikhawatirkan terkena diare, namun juga orang dewasa. Sayangnya, hingga kini Depkes belum menerima keluhan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat tercemarnya air PAM oleh bakteri e-coli ini.
Abdullah yang juga Ketua Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia (FORKAMI) memaparkan, kualitas air PAM di seluruh wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa kategori warna. Warna hijau untuk tingkat perlindungan di atas 70 persen, warna kuning untuk tingkat perlindungan 40 persen hingga 70 persen, dan warna merah untuk tingkat perlindungan di bawah 40 persen. Warna merah, atau kualitas air PAM rendah ada di beberapa propinsi, seperti; Sulawesi Tenggara, DI Jogyakarta, Irian Jaya dan lain sebagainya.
Pipa Lama yang Sudah Bocor
Pria asal “Ranah Minang” ini kemudian mengatakan beberapa penyebab tercemarnya air PAM oleh bakteri e-coli. “Bocornya pipa, rembesan limbah rumah tangga dan industri, adalah salah satu penyebabnya,” ujar Abdullah. Masalah yang lain adalah, soal air baku dan problem di intern manajemen PDAM. Problem dalam manajemen PDAM ini terlihat dari banyaknya pipa-pipa yang sudah lama, atau bocor, sehingga besar kemungkinan terkontaminasi limbah rumah tangga/industri.
Bahkan Abdullah menambahkan, air sumur pun punya potensi besar mencemari air PAM. Asumsinya, air sumur terkontaminasi e-coli yang berasal dari septictank. “Apalagi DKI Jakarta, jarak antara septictank ke sumur kurang dari 10 meter, bahkan banyak yang cuma dua sampai tiga meter saja. Pencemarannya kan betul-betul hebat sekali,” papar Abdullah. Tak heran, hampir semua sumur di DKI Jakarta tercemar bakteri e-coli.
“Faktor dominan terjadinya pencemaran air PAM oleh bakteri e-coli adalah kebocoran pipa dan air baku,” tegas Abdullah. Hal ini kemudian diperparah dengan tidak semua PDAM yang memiliki laboratorium pemeriksaan air.
Menurut Abdullah, bakteri e-coli adalah bakteri yang terdapat pada tinja, sehingga jika air terkontaminasi e-coli, lalu dikonsumsi tanpa dimasak hingga mendidih, akan menyebabkan orang yang meminum terkena penyakit perut, dari diare hingga kolera.
Masak Hingga Mendidih
Upaya pencegahan bakteri e-coli ini ternyata sederhana saja. Menurut Abdullah, kebiasaan masyarakat Indonesia mengkonsumsi air yang sudah dimasak sampai mendidih sangat bagus dalam membunuh bakteri e-coli. Memasak air sampai mendidih (di atas 100 derajat Celsius), dianggap efektif memerangi e-coli. Mungkin inilah tips yang paling tepat bagi ibu-ibu rumah tangga, sebab bakteri e-coli tidak terlihat dengan mata telanjang.
“Oleh karena itu, upaya penyuluhan kesehatan pada masyarakat juga merupakan hal penting,” ujar Abdullah. Selain itu, pihak Depkes juga mengkoordinasikan permasalahan ini pada pihak PDAM agar ditindak-lanjuti.
Masalah lain yang timbul, tambah Abdullah, ternyata banyak PDAM yang merugi. Sehingga PDAM kesulitan memperbaiki kualitas air. Imbasnya, pemberian kaporit dan bahan-bahan kimia lainnya untuk perbaikan kualitas air menjadi terhambat. Apalagi harga kaporit cukup mahal. “Jadi ada pula PDAM yang tidak memberi kaporit pada air, sehingga membuat air tidak aman untuk dikonsumsi,” jelas Abdullah.
Lebih lanjut Abdullah menjelaskan, ada beberapa parameter yang menunjukan kualitas air. Parameter air yang baik adalah bebas bakteri, bebas zat kimia, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. “Tapi terus terang, hingga sekarang belum ada yang memenuhi syarat,” kata Abdullah seraya tertawa.
Abdullah mengatakan, permasalahan ini tak semata kesalahan PDAM. Soal tarif yang terlalu rendah menjadi salah satu sebab jeleknya kualitas air PAM. Oleh karena itu, agar kualitas air baik, harus pula diseimbangkan dengan naiknya tarif air PAM. “Sehingga PDAM bisa beli tawas, kaporit dan sebagainya,” katanya.
Upaya Meningkatkan Kualitas Air
Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah pencemaran air akibat e-coli. Menurut Abdullah, kini pihaknya telah menjalin hubungan dengan Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia. Tujuan kerjasama ini untuk meningkatkan kualitas air PDAM sehingga memenuhi syarat kesehatan. Caranya, dengan meningkatkan pengetahuan petugas PDAM, perbaikan manajemen, dan bantuan peralatan-peralatan terbatas. Bantuan peralatan ini datang dari negara Jerman – GTZ.
Salah satu proyek kerjasama atau percontohan yang telah berhasil dilakukan di wilayah Singaraja, Bali. Menurut Abdullah, air PAM di Singaraja sudah dapat diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Keberhasilan ini akan ditularkan ke daerah-daerah lain di Bali dan juga Yogyakarta.
Abdullah memaparkan, kini sedang diupayakan agar di setiap kabupaten terdapat laboratorium air untuk pemeriksaan bakteriologis dan kimia terbatas. Dengan upaya ini diharapkan, kualitas air akan semakin terjaga. sumber:http://lkpk.org/2007/01/31/amankah-air-pam-kita-dari-bakteri-e-coli/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar